Bekasi, Jawa Barat – Meski berbagai upaya telah digencarkan untuk memberantas praktik pungutan liar (pungli) dan percaloan, bayang-bayang gelap calo di Satuan Penyelenggaraan Administrasi Surat Izin Mengemudi (Satpas SIM) Bekasi, Kalimalang, tampaknya masih sulit dihilangkan. Ironisnya, sistem yang seharusnya menjadi benteng pertahanan justru diduga dimanfaatkan oknum petugas untuk melanggengkan praktik percaloan secara terselubung.
Modus operandi calo ini terbilang sederhana namun efektif: jika pemohon bersedia membayar harga yang dipatok, segala urusan terkait penerbitan SIM menjadi mudah dan instan. Pemohon tidak perlu lagi direpotkan dengan tes psikologi yang menguras pikiran, ujian teori yang membosankan, atau uji praktik keterampilan berkendara yang kerap dianggap melelahkan. Istilahnya, pemohon cukup "duduk manis", dan SIM sudah di tangan.
Salah seorang pemohon SIM, sebut saja Reflli, warga Kampung Pamahan, Jatiasih, Bekasi, menceritakan pengalamannya. "Tadi saya ditawarin Rp650 ribu untuk SIM C. Saya hanya disuruh foto, sidik jari, SIM langsung jadi. Kalau soal ujian teori dan praktik, saya tidak ikut, kan sudah bayar," ungkap Reflli dengan nada pasrah namun juga tersirat kekecewaan. Pengakuan ini mengindikasikan bahwa proses penerbitan SIM yang seharusnya ketat dan berjenjang, dapat dipangkas begitu saja dengan sejumlah uang.
Lebih lanjut, Reflli mengungkapkan bahwa praktik percaloan ini melibatkan berbagai pihak. "Ada oknum petugas yang nyambi jadi calo. Ada oknum. Ada tukang parkir merangkap calo. Lha, ada juga yang mengaku-ngaku jurnalis tapi yang dicari pemohon SIM," paparnya, menggambarkan betapa terorganisirnya sindikat percaloan ini. Fenomena ini menunjukkan adanya celah sistemik dan kurangnya pengawasan yang memungkinkan oknum-oknum ini beraksi.
Dampak dari praktik percaloan ini jauh lebih serius daripada sekadar kerugian materi. SIM yang diperoleh tanpa melalui uji kompetensi yang memadai berpotensi besar melahirkan pengemudi-pengemudi yang tidak terampil dan tidak memahami aturan lalu lintas. Anggota sindikat percaloan ini mungkin tidak pernah berpikir, atau bahkan tidak peduli, bahwa suatu saat nanti, orang yang mereka "bantu" memperoleh SIM tanpa tes tersebut bisa menjadi "horor" mengerikan di jalan raya. Mereka bisa menjadi pemicu kecelakaan, membahayakan diri sendiri dan pengguna jalan lainnya.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi pihak berwenang untuk segera menindak tegas oknum-oknum yang terlibat dalam praktik percaloan ini. Reformasi sistem penerbitan SIM harus terus digalakkan, dengan penekanan pada transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan yang ketat. Edukasi kepada masyarakat juga penting agar tidak mudah tergiur dengan janji-janji instan dari calo, demi keselamatan bersama di jalan raya. Integritas institusi kepolisian dan keselamatan publik harus menjadi prioritas utama. (Red)
Komentar0